Meredam Dendam Ala Gerson Poyk (1931-2017)

Yohanes Sehandi
Majalah Kabar NTT (terbitan Kupang), edisi: 33, Juli 2017

Naluri purba manusia umumnya adalah membalas dendam, kejahatan dibalas dengan kejahatan. Gigi ganti gigi, ungkapan yang sering kita dengar. Kalau itu terjadi, maka kejahatan di muka bumi ini tidak akan pernah berakhir. Kejahatan akan terus beranak-pinak dan bercucu-cecet. Pertikaian, kerusuhan, dan peperangan di mana pun dan kapan pun, sejak zaman baheula sampai dengan zaman digital sekarang ini adalah sejarah panjang dendam kesumat umat manusia yang dibalas dengan menghalalkan segala cara.

Gerson Poyk, sastrawan besar Indonesia kelahiran Provinsi NTT pada 16 Juni 1931, menawarkan solusi cerdas meredam dendam agar tidak berdaya rusak. Meredam dendam mendatangkan kedamaian dan kesejahteraan, jasmani dan rohani. Lewat novel Meredam Dendam (2009), Gerson Poyk yang meninggal dunia pada 24 Februari 2017, menunjukkan solusi cerdas merendam dendam para tokoh novelnya yang terlibat konflik batin dan pertikaian masa lalu. Hasilnya, dendam kesumat berbalik menjadi pelecut prestasi gemilang.

Novel Meredam Dendam merupakan salah satu dari 13 judul novel Gerson Poyk yang terlacak dan terdokumentasikan. Diterbitkan oleh Penerbit Kakilangit Kencana, Jakarta, 2009, tebal 295 halaman. Di samping menerbitkan 13 novel, Gerson Poyk juga menerbitkan 14 judul buku cerita pendek, satu judul buku kumpulan puisi (Dari Rote ke Iowa, 2015), dan satu judul buku karya jurnalistik bergaya sastra (Keliling Indonesia, dari Era Bung Karno Sampai SBY, 2010). Jumlah 29 judul buku karya Gerson Poyk ini tentu yang terlacak dan terdokumentasi. Masih banyak buku karyanya yang tercecer dan belum terdokumentasikan.

Aku adalah tokoh utama novel ini. Dia dipanggil Da’i oleh teman-temannya. Kelahiran Pulau Rote, Provinsi NTT. Awalnya dia bekerja sebagai pegawai kecil penjaga tower mencusuar yang dibangun di atas sebuah gumpalan karang di kepulauan Komodo. Sewaktu dia mencari ubi kayu, keladi, sukun, dan pisang, dan bahan makanan lain di pulau seberang, terjadi gelombang laut musim hujan hujan. Da’i terdampar tiga hari di pulau seberang. Sekembali di gumpalan karang mecusuar, ditemuinya istrinya sudah meninggal dunia tergantung di ketinggian tower mencusuar karena disambar petir saat menyalakan lampu mencusuar yang sempat padam.

Dengan perih hati Da’i mengundurkan diri dari pegawai mencusuar apalagi gajinya tidak pernah dibayar bertahun-tahun oleh pemerintahan Orde Lama karena pada waktu itu terjadi krisis ekonomi Indonesia sekitar tahun 1960-an. Akhirnya dia menjadi nelayan pencari ikan di perairan Pulau Rote. Pada waktu itulah dia berkenalan dengan seorang pengusaha Cina yang kaya raya, Nyonya Kim namanya. Kim inilah yang mengubah seluruh perjalanan hidupnya. Dia bekerja dan menjadi orang kepercayaan Kim yang kemudian menjadi suaminya meskipun tanpa nikah resmi, setelah Kim menceraikan suaminya. Keduanya bekerja tidak halal karena mengelola perusahaan multiasional yang menyelundupkan barang-barang berharga. Mereka menyelundup mulai dari barang elektronik, emas, hewan langka, sampai dengan menyelundupkan bayi-bayi para pelacur DKI Jakarta.

Meski mendapat keuntungan besar dan menjadi kaya raya bekerja dengan Kim, Da’i yang gagal menjadi pendeta karena berkelahi dengan polisi di Rote ini, merasa berdosa bekerja di perusahaan penyelundupan. Ia keluar dari perusahaan dan meninggalkan Kim. Ia kemudian memperistrikan Vina seorang mantan pramugari yang sama-sama berasal dari Rote. Vina meninggalkan profesinya sebagai pramugari karena terlibat cinta segi tiga dengan seorang pilot yang membuat Vina terdepak. Da’i yang kehilangan pekerjaan bertemu dengan Vina yang juga kehilangan pacar dan pekerjaan. Sebagai bentuk pelarian, meski ada rasa dendam masa lalu di Rote, keduanya kumpul kebo sampai mendapatkan anak laki-laki bernama Feri. Setelah beberapa tahun kemudian baru mereka nikah gereja. Pasangan tua ini berbulan madu di Bali sekaligus merencanakan pembangunan Taman Penulisan Kreatif (TPK) yang akan mendidik generasi muda Indonesia menggeluti dunia penulisan kreatif.

Sewaktu di Balilah pasangan tua ini secara tidak sengaja bertemu dengan Kim mantan istri Da’i. Kim yang sudah bertobat dan berubah namanya menjadi Lilian ini membuka usaha hotel mewah dengan cara yang halal. Di sinilah baru Da’i tahu bahwa Kim mempunyai seorang anak perempuan bernama Pin yang sedang kuliah di Amerika Serikat hasil hubungan dengan Da’i sewaktu bekerja di perusahaan penyelundupan.

Dengan meredam dendam masa lalu yang menimpa, mereka membalasnya dengan prestasi besar. Da’i, Vina, dan Kim meredamnya dengan membangun usaha baru yang halal dan bermartabat. Membangun Taman Penulisan Kreatif dan berbagai usaha modern yang lain. Mereka menikmati kehidupan yang damai dan sejahtera dengan cara yang halal dan bermartabat. Itulah cara cerdas membalikkan dendam masa lalu menjadi prestasi gemilang.

Membaca novel Meredam Dendam ini kita mendapat banyak nilai dan hikmah untuk menjadi pedoman hidup. Tokoh-tokoh yang penuh dengan dendam masa lalu, namun dengan cerdas meredamnya. Bagaimana Da’i si pemuda Rote yang seharusnya menjadi pendeta, meredam dendamnya karena terlibat perkelahian dengan seorang polisi. Diapun meredam dendamnya karena usaha menjadi pegawai penjaga tower mercusuar menjadi sia-sia karena pemerintah tidak memberi gaji yang wajar. Dendamnya berlanjut karena bekerja di perusahaan besar dengan keuntungan besar, namun tidak halal dan mengalami tekanan batin. Dendam Da’i diredam dengan menikahi Vina meski ia tahu bahwa pamam Vina di Rote dulunya pernah memperkosa keponakannya yang masih di bawah umur. Semua dendam kesumatnya diredam dan mendapatkan banyak pahala berlimpah yang tak terduga kemudian.

Nyonya Kim yang masa lalunya penuh dengan kehidupan kelam dengan perusahaan penyelundupan, mengubah jalan hidupnya dengan pertobatan total dengan membuka usaha perhotelan dan restoran yang halal dan sukses tanpa permainan kotor. Usahanya menjadi besar, mampu membiayai kuliah anaknya di Amerika Serikat. Vina yang terpental dari pramugari karena korban cinta segitiga dengan seorang pilot, namun karena mampu meredam dendamnya maka dia menerima kehadiran Da’i yang sudah beristri. Vina juga meredam dendamnya karena perlakuan Da’i yang menganggap rendah martabatnya hanya karena pamannya Vina di Rote pernah mempekosa keponakan Da’i di depan matanya sendiri. Hasil meredam dendam masa lalu, akhirnya Da’i bersama Vina dan Kim (Lilian) ditambah dengan dua orang anak Da’i, Feri dan Pin, membangun kerja sama bidang perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan persaudaraan universal.

Novel ini sungguh memperluas wawasan kita tentang beragam persoalan sosial, politik, ekonomi, pemerintahan, perdagangan, hubungan antarnegara yang dialami bangsa Indonesia pada masa sulit tahuan 1960-an yang menjadi latar waktu kejadian novel ini. Pada tahun 1960-an terjadi embargo ekonomi terhadap Indonesia oleh beberapa negara karena gerakan Indonesia mengganyang Malaysia. Pada saat krisis sosial itulah novel ini ditulis. *

*) Pengamat Sastra NTT dari Universitas Flores, Ende
http://yohanessehandi.blogspot.co.id/2017/07/meredam-dendam-ala-gerson-poyk.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *