KENANGAN ITU HARUS DIMUSEUMKAN


Eddi Koben

Saya mengenal sosok Andrenaline Katarsis sejak 2016. Saat itu kami berkenalan di sebuah kegiatan jelajah komunitas Tjimahi Heritage, Lembang Heritage, dan Gamboeng Vooroit & co. Ketiga komunitas sejarah itu tengah mengunjungi Gedung Sate.

Perkenalan ini terus berlanjut hingga sekarang. Saya membaca karyanya, meresensinya untuk dipublikasikan di koran. Saya pun senang berdiskusi dengannya terutama soal buku. Kebetulan pula kami tergabung di beberapa komunitas yang sama.

Darinya saya banyak belajar mengenai dunia perbukuan. Selain latar belakangnya sebagai kolektor sekaligus penjual buku-buku langka, ia juga sesekali menjalani profesi pemandu wisata bagi para traveller mancanegara. Hobi membaca karya sastra, sejarah, geografi, dan tema-tema petualangan menjadi daya dukung yang kuat baginya dalam menjalani profesi itu.

Tulisan-tulisannya berupa catatan perjalanan dan resensi buku tersimpan apik di blog pribadinya. Beberapa dipublikasikan di media cetak konvensional. Buku puisi yang berkisah tentang sosok ayah pun pernah ia terbitkan dengan bendera Katarsis Book.

Sosok pengagum Gus Muh ini sangat militan menghadirkan karya-karya lawas dari para penulis legendaris. Tahun 2018 ia hadirkan memoar seorang indo yang tinggal di Belgia. Memoar yang manuskripnya ia dapatkan langsung dari penulisnya itu ia sulap menjadi buku yang ia sunting sendiri. Hadirlah “Kisah Seorang Sinyo” yang sangat getir karya Fred Muller. Hubungan Andre dengan Fred Muller cukup baik meski dari jarak jauh. Fred meninggal beberapa bulan setelah bukunya diterbitkan Andre.

Bulan Juni kemarin ia pun menghadirkan kisah “Roesdi jeung Misnem” karya A.C. Deenik dan R. Djajadiredja. Karya yang cukup legendaris itu ia ketik ulang selama sebulan penuh pada bulan Ramadan kemarin.

“Pekerjaan yang cukup gila,” begitu kata Hawe Setiawan, sang budayawan Sunda. Kerja gilanya itu ternyata cukup mendapat apresiasi dari kalangan pembaca Roesdi. Banyak yang berterima kasih pada Andre karena telah berjasa menghadirkan kembali kenangan masa kecil anak-anak Sunda.

Kini, perjalanan Andre di dunia buku, travelling, dan yang lainnya coba ia kemas dalam bentuk novel memoar berjudul “Museum Kenangan”. Tentu ia sangat bahagia dan gemetaran bisa melahirkan anak rohaninya yang ke sekian ini. Saya pun sudah sangat “kumejot” ingin membaca memoarnya itu. Selamat, Andre!

10 Juli 2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *