: KAJIAN HISTORIOGRAFI SASTRA INDONESIA
Djoko Saryono
Penulisan sejarah sastra Indonesia sudah relatif lama dipikirkan dan dikerjakan oleh para pakar sastra atau guru sastra Indonesia. Setakat ini hasil-hasilnya yang berupa historiografi sastra Indonesia sudah relatif banyak. Beberapa di antaranya yang lumayan berpengaruh dan banyak diikuti adalah (1) Kesusastraan Baru Indonesia oleh Zuber Usman, (2) Pokok dan Tokoh dalam Kesusastraan Indonesia I dan II (1959) oleh A. Teeuw yang kemudian diperbaiki dengan judul Sastra Baru Indonesia I dan II (1982) oleh A.Teeuw, (3) Sejarah Sastra Indonesia Modern (1964) oleh Bakri Siregar, (4) Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia oleh Ajib Rosidi, (5) Sastra Indonesia Sebelum Perang oleh Sapardi Djoko Damono, (6) Lintasan Sastra Indonesia Modern oleh Jakob Sumardjo, dan (7) tulisan-tulisan Jassin tentang berbagai aspek sejarah sastra Indonesia, misalnya Kesusastraan Indonesia Zaman Jepang, Chairil Anwar: Pelopor Angkatan 45, dan Angkatan 66. Selain itu, masih ada buku-buku sejarah sastra Indonesia yang digunakan di sekolah-sekolah yang umumnya merupakan perpanjangan pikiran, gagasan, dan pandangan yang sudah ada. Tulisan-tulisan ringkas dan lepas tentang berbagai segi sejarah sastra Indonesia, misalnya tulisan Umar Junus, Nugroho Notosusanto, dan Korrie Layun Rampan, serta Abdul Hadi W.M. juga bisa dikatakan sebagai sosok historiografi sastra Indonesia walaupun aspektual.
Seperti sudah diulas pada tulisan-tulisan terdahulu, dapat dibilang bahwa penulisan sejarah sastra Indonesia belum tuntas. Dalam banyak hal justru masih mengundang dan mengandung masalah rumit, rawan, dan pelik. Historiografi sastra Indonesia yang ada ternyata belum memuaskan banyak pihak sehingga timbul perdebatan dan komentar ketidakpuasan. Misal-nya, banyak pihak mempersoalkan dan menyatakan ketidakpuasan atas ihwal konsepsi sastra Indonesia, rentangan isi dan waktu sejarah sastra Indonesia, dan jangkauan bahan sejarah sastra Indonesia. Demikian juga masalah pendekatan dan teori serta metode penulisan sejarah sastra Indonesia Bakri Siregar menyatakan bahwa sejarah sastra Indonesia belum ditulis secara objektif dan konsisten. Hal ini dipertegas oleh Ariel Heryanto yang menyatakan bahwa penulisan sejarah termasuk sejarah sastra Indonesia tidak pernah objektif dan netral. Malahan Goenawan Mohamad (1988) menyatakan bahwa sejarah sastra Indonesia merupakan perkembangan yang tidak pernah mengagetkan. Ditegaskannya, “Periodisasi yang dilakukan orang selama ini salah… juga membuat kontinuitas dalam sejarah sastra Indonesia tak terlihat”. Akhirnya, Teeuw (1984) berkesimpulan ” … belum ada penulisan sejarah tentang sastra Indonesia modern yang sungguh ilmiah dan memuaskan dari segi teori sastra” serta “jalan ke sejarah sastra Indonesia modern masih jauh…”.
Sebab itu, kajian dan tinjauan ulang terhadap dunia sastra Indonesia khususnya penulisan sejarah sastra Indonesia dengan historiografinya masih perlu dilakukan. Dikemukakan oleh Teeuw bahwa sastra Indonesia masih banyak memerlukan kajian pendahuluan dan kajian bagian dalam rangka penulisan sejarah sastra Indonesia secara ilmiah dan memadai. Pada media 80-an Ariel Heryanto malah menyatakan perlunya perombakan penulisan sejarah sastra Indonesia. Arief Budiman juga menegaskan perlunya sejarah sastra Indonesia dikaji dan ditulis lagi. Sementara itu, Bakri Siregar menekankan perlunya reinterpretasi atau penafsiran kembali dan peninjauan kembali terhadap sejarah sastra Indonesia karena historiografi sastra Indonesia yang ada se-karang belum objektif dan konsisten, masih dilandasi oleh rasa dengki dan cinta berlebihan terhadap satu angkatan, golongan atau kelompok. Jadi, setidak-tidaknya ada dua kajian utama harus dilakukan di dalam rangka penulisan sejarah sastra Indonesia yang memadai dan sesuai dengan zaman, yaitu (1) kajian terhadap sastra Indonesia sebagai materi atau bahan penulisan sejarah sastra Indonesia, dan (2) kajian terhadap historiografi sastra Indonesia untuk mengetahui seperti apakah historiografi sastra Indonesia.
Kajian terhadap sastra Indonesia sudah banyak dikerjakan oleh banyak ahli atau sarjana meskipun mungkin belum memadai dalam rangka penulisan sejarah sastra Indonesia. Paling tidak, bisa disimpulkan bahwa kajian terhadap sastra Indonesia sudah dikerjakan dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Sementara itu, kajian terhadap historiografi sastra Indonesia yang telah ada belum dilakukan. Setahu saya, yang ada hanya komentar-komentar ringkas, sepintas, dan singkat. Kajian secara mendalam dan khusus terhadap historiografi sastra Indonesia yang telah ada tampaknya belum banyak dilakukan sehingga belum diketahui secara jelas dan gamblang sosok historiografi sastra Indonesia yang telah ada dan tidak memuaskan banyak pihak itu. Itulah sebabnya, diperlukan sekali suatu kajian terhadap historiografi sastra Indonesia. Sangat diperlukan perhatian terhadap penulisan sejarah sastra Indonesia.
2 Replies to “PENULISAN SEJARAH SASTRA INDONESIA (15)”